MANAJEMEN OPERASI PENANGKAPAN
PERMASALAHAN ILLEGAL FISHING
DAN KELAUTAN INDONESIA
Dosen
Pengampu:
Ir. Hari
Subagio
Oleh:
ISMAIL TUEN LAMABLAW
(
2011.02.5.008 )
Jurusan
Perikanan
Fakultas
Teknik dan Ilmu Kelautan
Universitas
Hang Tuah
Surabaya
Kata Pengantar
Dengan
mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT, yang senantiasa melimpahkan Rahmat
serta HidayahNya dan tidak lupa sholawat serta salam penyusun haturkan kepada
Nabi Muhammad SAW, sehingga penyusun makalah ini dapat terselesaikan. Makalah ini disusun
berdasarkan tugas Manajemen
Operasi Penangkapan Ikan. Dalam penyelesaian
tugas ini kami sampaikan rasa terima kasih kepada yang terhormat Bapak Ir. Hari
Subagio.
Kami
menyadari bahwa makalah ini masih belum sesempurna dari apa yang diharapkan. Oleh
karena itu kritik dan saran sangat kami harapkan bagi penyempurnaan makalah ini
yang bersifat membangun.
Akhir
kata, penyusun mohon maaf apabila dalam penulisan terdapat kata-kata yang
kurang berkenan di hati para pembaca.
Surabaya, Mei 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................... ii
BAB I..... PENDAHULUAN...................................................................... 1
1.1.... Latar belakang............................................................................. 1
1.2.... Rumusan Masalah........................................................................ 3
1.3.... Maksud........................................................................................ 3
1.4.... Tujuan.......................................................................................... 3
BAB II .. TINJAUAN PUSTAKA............................................................. 4
2.1.... IUU Fishing................................................................................ 4
2.2.... Pengertian Illegal Fishing............................................................ 5
2.3.... Situasi Perikanan
Nasional.......................................................... 7
2.3.... Dampak Perikanan
Illegal............................................................ 8
2.4.... Faktor -faktor Illegal Fishing...................................................... 9
BAB III . PEMBAHASAN......................................................................... 11
3.1.... Potensi Kelautan.......................................................................... 11
3.2.... Kendala Kelautan........................................................................ 12
3.3.... Permasalahan
Batas Laut............................................................. 13
3.4.... Permasalahan
IUU Fishing.......................................................... 14
3.5.... Upaya Mengatasi Illegal Fishing................................................. 16
BAB IV . KESIMPULAN DAN SARAN................................................. 18
4.1.... Kesimpulan.................................................................................. 18
4.2.... Saran............................................................................................ 18
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 19
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Indonesia
merupakan Negara kepulauan dengan panjang garis pantai lebih dari 95.000 km dan
juga memiliki lebih dari 17.504 pulau. Keadaan tersebut menjadikan Indonesia
termasuk kedalam Negara yang memiliki kekayaan sumberdaya perairan yang tinggi
dengan sumberdaya hayati perairan yang sangat beranekaragam. Keanekaragaman
sumberdaya perairan Indonesia meliputi sumberdaya ikan maupun sumberdaya
terumbu karang. Terumbu karang yang dimiliki Indonesia luasnya sekitar 7000 km2
dan memiliki lebih dari 480 jenis karang yang telah berhasil dideskripsikan.
Luasnya daerah karang yang ada menjadikan Indonesia sebagai Negara yang
memiliki kenekaragaman ikan yang tinggi khususnya ikan-ikan karang yaitu lebih
dari1.650 jenis spesie ikan (Burke et al, 2002 dalam Zainarlan, 2007).
Kekayaan
sumberdaya hayati
perairan Indonesia yang tinggi akan sangat bermanfaat jika dilakukan
pemanfaatan secara optimal dan
bertanggung
jawab. Pemanfaatan sumberdaya
hayati perairan ini dapat
dilakukan melalui proses penangkapan yang bertanggung jawab. Penangkapan ikan
yang dilakukan adalah proses pemanfaatan sumberdaya perikanan yang bersifat
ekonomis dari perairan secara bertanggung jawab. Dalam melakukan proses
penangkapan, nelayan harus mengikuti peraturan yang berlaku. Salah satu
peraturan yang mengatur
mengenai kegiatan penangkapan adalah Code
of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) yaitu prinsip-prinsip
tatalaksana perikanan yang bertanggung jawab. Tatalaksana ini menjadi asas dan
standar internasional mengenai pola perilaku bagi praktek penangkapan yang
bertanggung jawab dalam pengusahaan sumberdaya perikanan dengan maksud untuk
menjamin terlaksananya aspek konservasi, pengelolaan dan pengembangan efektif
sumberdaya hayati akuatik berkenaan dengan pelestarian.
Proses
pemanfaatan sumberdaya perikanan di Indonesia khususnya untuk ikan-ikan karang
saat ini banyak yang tidak sesuai dengan Code
of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF). Hal ini disebabkan oleh
semakin bertambahnya kebutuhan dan permintaan pasar untuk ikan-ikan karang
serta persaingan yang semakin meningkat. Keadaan tersebut menyebabkan nelayan
melakukan kegiatan eksploitasi terhadap ikan-ikan karang secara besar-besaran
dengan menggunakan berbagai cara yang tidak sesuai dengan kode etik perikanan
yang bertanggung jawab. cara yang umumnya digunakan oleh nelayan adalah
melakukan illegal fishing yang meliputi pemboman, pembiusan, dan penggunaan alat tangkap trawl.
Semua cara yang dilakukan oleh nelayan ini semata-mata hanya menguntungkan
untuk nelayan dan memberikan dampak kerusakan bagi ekosistem perairan khususnya
terumbu karang.
Masalah IUU Fishing ataupun yang lebih umumnya dikenal
adalah Illegal Fishing sebenarnya sudah menjadi masalah
klasik. Hingga sekarang pun IUU fishing masih sulit untuk di berantas. Berita
penangkapan kapal asing oleh patroli kita, akhir-akhir ini sering terdengar.
Akan tetapi tetap masih saja ada kapal-kapal asing yang masuk wilayah RI atau berita pengeboman ikan atau
berita nelayan kita yang menggunakan API terlarang.
Kegiatan Illegal Fishing di WPP-RI telah mengakibatkan kerugian yang besar
bagi Indonesia. Overfishing, overcapacity, ancaman terhadap kelestarian
sumberdaya ikan, iklim usaha perikanan yang tidak kondusif, melemahnya daya
saing perusahaan dan termarjinalkannya nelayan merupakan dampak nyata dari
kegiatan IUU fishing. Kerugian lain yang tidak dapat di nilai secara materil
namun sangat terkait dengan harga diri bangsa, adalah rusaknya citra Indonesia
pada kancah International karena dianggap tidak mampu untuk mengelola
perikanannya dengan baik.
Kerugian materil yang diakibatkan
oleh Illegal fishing perlu ditetapkan angka asumsi dasar antara lain:
diperkirakan jumlah kapal asing dan eks asing yang melakukan IUU fishing
sekitar 1000 kapal, ikan yang dicuri dari kegiatan IUU fishing dan dibuang
(discarded) sebesar 25% dari stok (estimasi FAO, 2001). Dengan asumsi tersebut,
jika MSY(maximum sustainable yield = tangkapan lestari maksimum) ikan = 6,4
juta ton/th, maka yang hilang di curi dan dibuang sekitar 1,6 juta ton/th. Jika
harga jual ikan di luar negeri rata-rata 2 USD/Kg, maka kerugian per tahun bisa
mencapai Rp 30 trilyun.
1.2 Rumusan Masalah
Apa yang
menyebabkan Illegal Fishing dan upaya
apakah yang bisa dilakukan untuk mengurangi adanya Illegal Fishing.
1.3
Maksud
Mengidentifikasi faktor-faktor penyebab terjadinya Illegal Fishing.
1.4 Tujuan
Mengidentifikasi upaya-upaya yang dapat dilakukan
untuk mengurangi atau mencegah terjadinya Illegal
Fishing.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 IUU Fishing
Tantangan yang dihadapi untuk dapat mengelola sumber daya
ikan secara berkelanjutan di perairan Indonesia menjadi sangat berat karena
maraknya praktek-praktek penangkapan ikan yang oleh dunia internasional disebut
sebagai kegiatan perikanan yang illegal, unreported and unregulated
(lUU-fishing). Menurut kamus Bahasa Inggris-Indonesia (Echols and Shadily,
2002), kegiatan illegal berarti Kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan
oleh orang atau kapal perikanan berbendera asing atau berbendera Indonesia di WPP-RI
tanpa izin atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Perkataan unreported bermakna Kegiatan penangkapan ikan yang tidak
pernah dilaporkan atau dilaporkan secara tidak benar kepada instansi yang
berwenang, tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan nasional, unregulated. Kegiatan penangkapan
ikan pada suatu area penangkapan atau stok ikan di WPP-RI, yaitu :
1. Yang belum diterapkan ketentuan
pelestarian dan pengelolaan.
2.
Dilaksanakan dengan cara yang tidak sesuai dengan tanggung-jawab
negara untuk pelestarian dan pengelolaan sumberdaya ikan sesuai hukum
internasional.
Dalam perspektif pengelolaan perikanan di Indonesia, definisi FAO tentang kegiatan illegal
dengan mudah dipahami karena memiliki definisi yang tidak berbeda yaitu
segala bentuk kegiatan yang melanggar hukum/peraturan yang ada, namun pemahaman
unreported dan unregulated dalam konteks hukum perikanan di
Indonesia belumlah didefinisikan secara jelas.
2.2 Pengertian Illegal Fishing
Illegal fishing
merupakan kegiatan penangkapan ikan yang tidak legal, tidak sah, haram,
menyalahi aturan baik dari segi peralatan ataupun segi perundang-undangan.
Kegiatan illegal fishing banyak
dilakukan oleh nelayan-nelayan asing misalnya dari Vietnam, Thailand dan
Phillipina. Menurut
data yang ada di
Indonesia akibat
dari illegal fishing yaitu kehilangan 6 juta ton
ikan atau setara 30 triliun rupiah per tahun. Bayangkan, apabila hal ini
diambil oleh nelayan kita , maka jelas nelayan kita akan lebih sejahtera. Terjadi illegal fishing karena banyak
faktor yang
mempengaruhinya antara lain lemahnya peraturan peraturan yang diterapkan kepada
kapal-kapal asing yang beroperasi di perairan Indonesia. Seharusnya kita bisa
bertindak seperti yang dilakukan Australia. Lemahnya
pengawasan karena keterbatasan kapal-kapal patrol untuk memantau zona
penangkapan ikan atau fishing ground
dalam wilayah ZEE kita. Kapal asing mempunyai kemampuan dan mesin yang jauh
lebih besar serta teknologi yang lebih maju dibandingkan dengan nelayan kita. Pencurian yang
dilakukan oleh nelayan asing dilakukan terhadap ikan-ikan yang mempunyai nilai
ekonomis tinggi. oOleh
sebab itu kondisi nelayan kita tidak berangsur menjadi baik. Di samping kapal
asing, ada juga kapal nelayan kita sendiri yang melakukan illegal fishing, misalnya dengan penggunaan trawl atau pukat
harimau yang mempunyai dampak merusak ekologi laut, penggunaan bom ikan, dan
penggunaan bahan-bahan kimia beracun untuk mendapatkan ikan.
Food and Agriculture Organization (FAO) pada tahun 2001 merumuskan
satu panduan khusus untuk mengatasi kegiatan IUU-fishing di samudra
dunia. Panduan tersebut diberi nama "International Plan of Action to
Prevent, Determine and Eliminate IUU-fishing (IPOA-IUU-fishing)". Penyusunan
pedoman tersebut bertujuan untuk mencegah, menghambat dan menghilangkan
kegiatan IUU fishing dengan menyiapkan langkah-langkah pengelolaan
sumber daya perikanan yang komprehensif, terintegrasi, efektif, transparan
serta memperhatikan kelestarian sumber daya bagi negara-negara perikanan dunia.
Naskah panduan tersebut disepakati oleh Committee on Fisheries (COFI)
dari FAO secara konsensus pada tanggal 2 Maret 2001 (FAO, 2001).
Dokumen tersebut pada bagian awalnya berisikan pemahaman
mengenai arti dari istilah illegal, unreported dan unregulated. Menurut
panduan tersebut istilah atau defenisi perikanan IUU:
(1) Kegiatan
perikanan yang termasuk
kategori illegal adalah
kegiatan penangkapan ikan yang:
a) Dilakukan oleh kapal-kapal nasional maupun kapal asing di
perairan di dalam yuridiksi satu negara tanpa izin dari negara tersebut ataupun
bertentangan dengan hukum dan peraturan yang berlaku di negara tersebut.
b) Dilakukan oleh kapal-kapal yang
mengibarkan bendera negara anggota suatu organisasi pengelolaan perikanan
regional tetapi bertindak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan konservasi
dan pengelolaan yang ditetapkan oleh organisasi regional tersebut, ataupun
bertentangan dengan ketentuan hukum internasional yang berlaku lainnya yang
relevan.
c) Bertentangan dengan hukum nasional atau pun kewajiban internasional
lainnya, termasuk yang dianut oleh negara-negara yang menyatakan bekerjasama
dengan suatu organisasi pengelolaan perikanan regional terkait.
(2) Definisi
kegiatan perikanan yang termasuk kategori unreported mengacu pada
kegiatan penangkapan ikan yang:
a) Tidak melaporkan atau sengaja
memberi data yang salah dalam melaporkan kegiatannya pada institusi nasional
yang relevan, yang mana bertentangan dengan hukum dan perundangan yang berlaku
di negara tersebut.
b) Dilakukan di dalam wilayah, dimana kegiatan
tersebut tidak dilaporkan atau salah dalam melaporkan, sehingga bertentangan
dengan prosedur pelaporan diri dari organisasi tersebut.
(3) Definisi kegiatan perikanan yang termasuk kategori unregulated
mengacu pada kegiatan penangkapan ikan, antara lain:
a) Di area dalam peraturan organisasi
pengelolaan perikanan regional oleh kapal tanpa nasionalitas, atau kapal
berbendera negara yang tidak menjadi anggota organisasi tersebut, atau oleh
suatu entitas perikanan, yang tidak sesuai ataupun bertentangan dengan
ketentuan-ketentuan konservasi dan program-program pengelolaan dari organisasi
tersebut.
b) Di area atau terhadap stok ikan yang
tidak diatur pengelolaan dan konservasinya, dimana sifat kegiatan tersebut
bertentangan dengan tanggungjawab negara (bendera) terhadap ketentuan hukum
internasional mengenai konservasi sumber daya hayati laut. Beberapa kegiatan
penangkapan ikan yang tidak diatur (unregulated) diperbolehkan sepanjang tidak
melanggar ketentuan hukum internasional yang berlaku.
Diharapkan IPOA-IUU fishing dapat dipandang sebagai
salah satu instrumen yang berguna untuk mengatasi masalah IUU fishing. Instrumen-instrumen tersebut tidak semua akan sesuai digunakan di berbagai
situasi dan di tiap perairan. Kehadiran panduan diharapkan sebagai berikut:
(1)
Membantu negara-negara anggota FAO
untuk lebih mengenai berbagai instrumen yang tersedia.
(2)
Memberi saran tentang instrumen yang
sesuai dengan situasi dan kondisi perairan tertentu dan kondisi negara.
(3)
Memberikan arahan tentang bagaimana
menggunakan instrumen tersebut secara efektif. Panduan tersebut menghendaki
setiap negara perikanan dunia menyusun program penanggulangan masalah lUU-fishing
di wilayahnya sesegera mungkin, tidak lebih dari tiga tahun sejak dokumen
tersebut diadopsi.
2.3 Situasi Perikanan Nasional
Publikasi FAO tahun 2007 menggambarkan bahwa kondisi
sumberdaya ikan di sekitar perairan Indonesia, terutama di sekitar perairan
Samudera Hindia dan Samudera Pasifik sudah menujukan kondisi full exploited. Bahkan di perairan
Samudera Hindia kondisinya cenderung mengarah kepada overexploited. Artinya bahwa di kedua perairan tersebut, sudah
tidak memungkinkan lagi untuk dilakukan ekspansi penangkapan ikan secara
besar-besaran saat ini.
Produksi Perikanan Nasional
Pertumbuhan produksi rata-rata perikanan tangkap dalam
periode tahun 1994-2004 mencapai 3,84 persen per tahun. Produksi perikanan tangkap pada tahun
2004 mencapai 4.311.564 ton. Pemerintah menargetkan pertumbuhan produksi perikanan tangkap
tetap sebesar 3,84 persen per tahun, maka produksi perikanan tangkap
nasional tahun 2009 akan mengalami full exploitation
diseluruh perairan Indonesia.
Tingkat konsumsi ikan masyarakat Indonesia setiap tahunnya
terlihat mengalami peningkatan. Secara nasional tingkat konsumsi ikan nasional
pada tahun 2002 baru mencapai sekitar 21 kg/kapita/tahun. Namun demikian
tingkat konsumsi ikan nasional tersebut terlihat masih di atas rata-rata
tingkat konsumsi ikan dunia yang baru mencapai sekitar 16 kg/kapita/tahun.
Sementara itu jika dilihat dari perkembangan tingkat konsumsi ikan nasional
berdasarkan jenis ikan yang dikonsumsi masyarakat, terlihat bahwa sekitar 65,98
persen dari total konsumsi ikan nasional tahun 2002 didominasi oleh 18 jenis
ikan yaitu : ekor kuning, tuna, tenggiri, selar,
kembung, teri, banding, gabus, kakap, mujair, mas, lele, baronang, udang segar,
cumi-cumi segar, kepiting, kalong dan udang olahan.
2.4 Dampak Perikanan Ilegal
Maraknya perikanan ilegal di perairan Indonesia berdampak
terhadap stok ikan nasional dan global. Hal ini juga menyebabkan keterpurukan
ekonomi nasional dan meningkatnya permasalahan sosial di masyarakat perikanan
Indonesia. Sedikitnya terdapat sepuluh masalah pokok dari aktivitas
perikanan ilegal yang telah memberi dampak serius bagi Indonesia.
Pertama, perikanan ilegal di perairan Indonesia akan mengancam kelestarian stok
ikan nasional bahkan dunia.
Praktek perikanan yang tidak dilaporkan atau laporannya
salah (misreported), atau laporannya di bawah standar (under reported), dan praktek perikanan
yang tidak diatur (unregulated) akan
menimbulkan masalah akurasi data tentang stok ikan yang tersedia. Jika data
stok ikan tidak akurat, hampir dipastikan pengelolaan perikanan tidak akan
tepat dan akan mengancam kelestarian stok ikan nasional dan global. Hal ini
dapat dikategorikan melakukan praktek IUU fishing.
Dengan kata lain, jika pemerintah Indonesia tidak serius untuk mengantisipasi
dan mereduksi kegiatan IUU diperairan Indonesia, maka dengan sendirinya
Indonesia “terkesan” memfasilitasi kegiatan IUU, dan terbuka kemungkinan untuk
mendapat sanksi internasional.
2.5 Faktor-Faktor Ilegal fishing
Faktor -faktor
yang menyebabkan terjadinya illegal
fishing di perairan Indonesia tidak terlepas
dari lingkungan strategis global terutama kondisi perikanan di negara lain yang
memiliki perbatasan laut, dan sistem pengelolaan perikanan di Indonesia itu
sendiri. Secara garis besar faktor penyebab tersebut dapat dikategorikan
menjadi 7 (tujuh) faktor, sebagaimana diuraikan di bawah ini.
Pertama, Kebutuhan ikan dunia (demand) meningkat, disisi lain pasokan ikan dunia menurun, terjadi
overdemand terutama jenis ikan dari laut seperti Tuna. Hal ini mendorong armada
perikanan dunia berburu ikan di manapun dengan cara legal atau illegal.
Kedua, Disparitas (perbedaan) harga ikan segar utuh (whole fish) di negara lain dibandingkan
di Indonesia cukup tinggi sehingga membuat masih adanya surplus pendapatan.
Ketiga, Fishing
ground di negara-negara lain sudah mulai habis, sementara di Indonesia
masih menjanjikan, padahal mereka harus mempertahankan pasokan ikan untuk
konsumsi mereka dan harus mempertahankan produksi pengolahan di negara tersebut
tetap bertahan.
Keempat, Laut Indonesia sangat luas dan terbuka, di
sisi lain kemampuan pengawasan khususnya armada pengawasan nasional (kapal
pengawas) masih sangat terbatas dibandingkan kebutuhan untuk mengawasai daerah
rawan. Luasnya wilayah laut yang menjadi yurisdiksi Indonesia dan kenyataan
masih sangat terbukanya ZEE Indonesia yang berbatasan dengan laut lepas (High Seas) telah menjadi magnet penarik
masuknya kapal-kapal ikan asing maupun lokal untuk melakukan illegal fishing.
Kelima, Sistem pengelolaan perikanan dalam bentuk
sistem perizinan saat ini bersifat terbuka (open
acces), pembatasannya hanya terbatas pada alat tangkap (input restriction). Hal ini kurang cocok
jika dihadapkan pada kondisi faktual geografi Indonesia, khususnya ZEE
Indonesia yang berbatasan dengan laut lepas.
Keenam, Masih terbatasnya sarana dan prasarana
pengawasan serta SDM pengawasan khususnya dari sisi kuantitas. Sebagai
gambaran, sampai dengan tahun 2008, baru terdapat 578 Penyidik Perikanan (PPNS
Perikanan) dan 340 ABK (Anak Buah Kapal) Kapal Pengawas Perikanan. Jumlah
tersebut, tentunya sangat belum sebanding dengan cakupan luas wilayah laut yang
harus diawasi. Hal ini, lebih diperparah dengan keterbatasan sarana dan
prasarana pengawasan.
Ketujuh, Persepsi dan langkah kerjasama aparat penegak
hukum masih dalam penanganan perkara tindak pidana perikanan masih belum solid,
terutama dalam hal pemahaman tindakan hukum, dan komitmen operasi kapal
pengawas di ZEE.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Potensi
Kelautan
Indonesia menyimpan potensi kekayaan sumber daya kelautan
yang belum dieksplorasi dan dieksploitasi secara optimal, bahkan sebagian belum
diketahui potensi yang sebenarnya untuk itu perlu data yang lengkap, akurat
sehingga laut sebagai sumber daya alternatif yang dapat diperhitungkan pada
masa mendatang akan semakin berkembang. Dengan luas wilayah maritim Indonesia
yang diperkirakan mencapai 5,8 juta km2 dan dengan kekayaan terkandung di
dalamnya yang meliputi :
1. Kehidupan
sekitar 28.000 spesies flora, 350 spesies fauna dan 110.000 spesies mikroba,
2. 600
spesies terumbu karang dan 40 genera, jauh lebih kaya dibandingkan Laut Merah
yang hanya memiliki sekitar 40 spesies dari 7 genera,
3. Sumberdaya
yang dapat diperbaharui (renewable resources), termasuk ikan, udang, moluska,
kerang mutiara, kepiting, rumput laut, mangrove/hutan bakau, hewan karang dan
biota laut lainnya,
4. Sumberdaya
yang tidak dapat diperbaharui (non renewable resources), seperti minyak bumi,
gas alam, bauksit, timah, bijih besi, mangan, fosfor dan mineral lainnya,
5. Energi
kelautan seperti : Energi gelombang, pasang surut, angin, dan Ocean Thermal
Energy Conversion,
6. Jasa
lingkungan (environmental services) termasuk tempat-tempat yang cocok untuk
lokasi pariwisata dan rekreasi seperti pantai yang indah, perairan berterumbu
karang yang kaya ragam biota karang, media transportasi dan komunikasi,
pengatur iklim dan penampung limbah,
7. Sudah
terbangunnya titik-titik dasar di sepanjang pantai pada posisi terluar dari
pulau-pulau terdepan sebagai titik-titik untuk menarik garis pangkal darimana
pengukuran batas laut berpangkal.
8. Sudah
terwujudnya beberapa kesepakatan/pejanjian batas laut yaitu : dengan India,
Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina, Australia dan PNG
3.2 Kendala Kelautan
Kendala bidang kelautan di Indonesia hingga
saat ini masih memprihatinkan, antara lain :
1. Kehancuran
sebagian terumbu karang yang memiliki fungsi ekologi dan ekonomi yang
hanya menyisakan sekitar 28%, rawa pantai dan hutan mangrove (bakau) yang
merupakan habitat ikan dan penyekat abrasi laut, dari 4 (empat) jutaan hektar
telah menyusut menjadi 2 (dua) jutaan hektar,
2. Pencurian
ikan oleh orang asing menunjukkan kerugian sekitar 1/2 (setengah) milyar dollar
sampai 4 (empat) milyar dollar per tahun,
3. Sumberdaya
manusia (SDM) di bidang kelautan yang sangat minim baik di bidang perencanaan,
pengelolaan, maupun hukum dan pengamanan kelautan,
4. Sebagian
besar (85%) kapal-kapal yang beroperasi di perairan Indonesia menggunakan modal
asing dan selebihnya adalah modal nasional. Hal ini juga berdampak pada sekitar
50% pelayaran antar pulau dikuasai oleh pihak asing,
5. Minimnya
jumlah dan kualitas sarana dan prasarana (kapal, peralatan) menyebabkan
seringkali aparat keamanan laut (Kamla) kita tidak berdaya menghadapi
kapal-kapal pencuri ikan, sehingga hanya sebagian kecil yang dapat ditangkap,
6. Pemanfaatan
teknologi maju melalui pengamatan satelit dalam rangka pengawasan dan
pengamanan laut (Waspam) masih sangat terbatas dan belum terintegrasi secara
permanen,
7. Eksplorasi,
eksploitasi dan pembangunan di sepanjang pantai dan perairan telah menyebabkan
pencemaran laut akibat pembuangan limbah dari proses kegiatan tersebut di atas,
sehingga telah mendegradasi habitat pesisir dan laut,
8. Maraknya
kasus pembajakan laut khususnya di Selat Malaka dan alur lintas kepulauan
Indonesia (ALKI) telah menimbulkan konflik yang mengundang intervensi negara
maju (USA dan Jepang).
Fauzi, Akhmad,
2005, Kebijakan Perikanan dan Kelautan. Gramedia, Jakarta.
3.3 Permasalahan Batas Laut
Jenis Batas Laut dan Pengaruhnya terhadap Pertahanan
Keamanan Negara menurut ketentuan Hukum Laut Internasional (Hukla 1982), ada tiga jenis batas laut, yaitu :
1. Batas Perairan Pedalaman (BPP).
Perairan pedalaman di dalam garis batas yang ditentukan oleh hukum yang berlaku
di situ praktis sama dengan di wilayah darat, dimana NKRI mempunyai kedaulatan
penuh, kapal-kapal asing tidak berhak lewat. Perairan pedalaman tersebut
dibatasi oleh garis penutup (closing lines) sesuai ketentuan Hukla 1982. Namun
sayang Indonesia hingga saat ini belum memanfaatkan haknya untuk menarik
closing lines tersebut.
2. Batas
Perairan Nusantara/Kepulauan (BPN/BPK). Di perairan ini Indonesia mempunyai hak
kedaulatan wilayah penuh tetapi kapal/pelayaran asing masih mempunyai “hak
melintas” (innocent passage) melalui prinsip alur laut kepulauan. Perairan
nusantara ini dikelilingi oleh garis-garis dasar yang lurus (base lines) yang
menghubungkan titik-titik pangkal (base points) dan bagian terdepan pulau-pulau
terdepan di seluruh Indonesia. Base lines yang menghubungkan base points dibuat
berdasarkan UU Nomor 4 Tahun 1960 dan telah didepositkan di PBB. Undang-undang
tersebut telah diperbaharui dengan UU Nomor 6 Tahun 1996 namun isinya justru
mencabut base points dan base lines yang telah ada.
3. Batas Laut Wilayah (BLW). Batas laut
ini ditarik dari base lines sejauh 12 mil, tetapi BLW yang pasti/tegas juga
belum ada, karena BLW tidak dapat ditentukan sepihak. Pada laut wilayah,
Indonesia masih mempunyai hak mengelola dan yurisdiksi kedaulatan wilayah
penuh.
Fauzi,
Akhmad, 2005, Kebijakan Perikanan dan Kelautan. Gramedia, Jakarta.
3.4 Permasalahan
IUU Fishing
Masalah-masalah yang berkaitan dengan IUU fishing di
Indonesia antara lain disebabkan karena adanya kendala-kendala dalam
penanganannya. Mukhtar (2008) mengemukakan kendala-kendala yang dihadapi dalam
penanganan IUU fishing di Indonesia yaitu:
(1) Lemahnya
pengawasan karena masih terbatasnya sarana prasarana dan fasilitas pengawasan,
SDM pengawasan yang masih belum memadai terutama dari sisi kuantitas, belum
lengkapnya peraturan perundang-undangan di bidang perikanan, masih lemahnya
koordinasi antara aparat penegak hukum baik pusat maupun daerah, dan belum
berkembangnya lembaga pengawasan; Penerapan
Monitoring and Controlling System yang belum sempurna.
(2) Belum tertibnya
perizinan yang tergambar dari adanya pemalsuan dan penggandaan izin.
(3) Lemahnya Law
Enforcement karena wibawa hukum menurun.
(4) Ketidakadilan
bagi masyarakat.
(5) Maraknya
pelanggaran & aktivitas-aktivitas ilegal.
Masalah-masalah IUU fishing yang dijelaskan di atas,
umumnya terjadi di wilayah-wilayah
perbatasan. Kecenderungan masalah-masalah tersebut, khususnya
di wilayah perbatasan disebabkan oleh eksistensi wilayah yang memiliki potensi
sumber daya yang penting untuk dimanfaatkan.
Dalam Lembaran Fakta yang disusun DKP-RI melalui Direktorat
Jenderal P2SDKP pada siaran persnya tanggal 3 Maret 2008 (DITJEN
P2SDKP, 2008), terdapat empat persoalan utama yang berkaitan
dengan IUU fishing, antara lain :
(1) Illegal,
Unreported, and Unregulated (IUU) fishing merupakan permasalahan
global (menjadi isu
internasional) dalam pembangunan
kelautan dan perikanan. Kegiatan
IUU fishing mengakibatkan kerugian ekonomis, kerugian sosial, rusaknya
terumbu karang, berkurangnya jumlah ikan dunia secara signifikan dan
menyulitkan upaya negara-negara dalam mengelola sumber daya perikanan di laut
yang berada dalam yuridiksinya. Menurut catatan The Food and Agriculture
Organization (FAO), jumlah IUU fishing diperkirakan seperempat dari
jumlah total penangkapan ikan dunia dengan kecenderungan jumlah yang terus
meningkat dari sisi kuantitas maupun cakupannya;
(2) FAO pada tahun 1999 telah merumuskan upaya-upaya
penanganan permasalahan IUU fishing yang dituangkan dalam International
Plan of Action (IPOA) dengan tetap mengacu kepada Code of Conduct for
Responsible Fisheries (CCRF). Disamping itu dunia internasional telah pula
menyelenggarakan beberapa konvensi internasional yang melibatkan negara-negara
di dunia dalam upaya merumuskan aksi penanggulangan IUU fishing. Karena
sifatnya yang luas, ketentuan-ketentuan yang dihasilkan dari konvensi tersebut
cenderung masih bersifat sektoral dan lebih terfokus pada kepentingan
negara-negara maju ketimbang kepentingan negara berkembang. Disamping itu,
peraturan dan kebijakan penanggulangan IUU fishing di masing-masing
negara berbeda satu sama lain, sehingga kerapkali memicu terjadinya perbedaan
cara pandang dan tindak bagi negara yang Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)-nya
berbatasan secara langsung;
(3) Hasil operasi
kapal pengawas P2SDKP tahun 2007 telah berhasil melakukan penangkapan sebanyak
184 kapal perikanan dari 2.207 kapal ikan yang diperiksa oleh kapal pengawas
dengan rincian bahwa pada tahun 2007 jumlah Kapal Ikan Asing (KIA) mencapai 212
buah kapal yang ditangkap sebanyak 89 buah kapal, sedangkan untuk kapal ikan
Indonesia (KII) sebanyak 1995 buah dan yang ditangkap sebanyak 95 buah kapal.
Dari hasil tersebut diperkirakan kerugian negara yang dapat terselamatkan
diperkirakan mencapai Rp. 439,6 miliar. Kerugian negara tersebut terdiri dari
Pajak Penghasilan Perikanan (PHP) sebesar Rp. 34 miliar, subsidi BBM senilai
Rp. 23,8 miliar dan sumber daya perikanan yang terselamatkan sebesar Rp. 381
miliar. Nilai sumber daya ikan tersebut bila dikonversikan dengan produksi ikan
sekitar 43.208 ton. Produksi tersebut bila dimanfaatkan diperkirakan mampu
menyerap sekitar 17.970 tenaga kerja baik di sub sektor perikanan tangkap,
pengolahan, jasa kelautan dan pendukung;
(4)
Pada tahun 2007, kasus yang ditangani oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS)
Perikanan sebanyak 150 kasus. Kasus/pelanggaran yang terjadi umumnya berupa
tidak memiliki dokumen perizinan (63 kasus), tidak berizin dan memiliki alat
tangkap terlarang (27 kasus), dokumen tidak lengkap (128 kasus) serta pelanggaran
fishing ground (10 kasus). Dari 150 kasus tersebut, 122 kasus sedang dalam
proses hukum, 4 kasus pada tahap klarifikasi dan 24 kasus tidak diproses secara
hukum (proses pembinaan). Kasus-kasus yang diproses secara hukum diantaranya 69
dalam proses penyidikan, 22 kasus telah dalam tahap P-21, 3 kasus dalam proses
persidangan serta 28 kasus telah mendapatkan putusan pengadilan. Dari berbagai
operasi yang telah dilakukan oleh DKP sepanjang 2007 dengan didukung oleh
alokasi anggaran APBN sebesar Rp. 254 miliar, telah berhasil menangkap dan
menyidang sebanyak 184 buah kapal, dengan total kerugian Negara yang berhasil
terselamatkan diperkirakan mencapai Rp. 439,6 miliar.
3.5 Upaya Mengatasi Illegal Fishing
Kegiatan Illegal Fishing telah memberikan banyak
kerugian bagi negara, sehingga pemerintah Indonesia melalui Departemen Kelautan
dan Perikanan mulai menyusun program pengawasan dan pengendalian sumberdaya
kelautan dan perikanan. Upaya pengawasan ini juga menjadi prioritas dalam
memberantas Illegal Fishing dan di
harapkan dapat meminimalisir jumlah pelanggaran yang terjadi. Adapun upaya
untuk mengatasi permasalahan Illegal
Fishing diantaranya:
1. Perbaikan regulasi atau pengaturan
terhadap kapal-kapal asing. Diupayakan ada penegakan hukum yang lebih baik
sehingga dapat menimbulkan efek jera terhadap kapal illegal fishing.
2. Patroli oleh penegak hukum di
Indonesia dengan serius dan secara terus menerus. Apabila hal ini dilakukan
maka kesejateraan nelayan kecil akan meningkat. Menurut pengalaman, kata sekjen
DKP : dengan adanya operasi di laut Natuna , pendapatan nelayan kita mejadi dua
sampai tiga kali lipat dibandingkan sebelum adanya operasi. Ikan –ikan besar
yang ditangkap nelayan asing sebelum adanya operasi, sekarang bisa ditangkap
oleh nelayan kita.
3. Harus ada penguatan terhadap armada
penangkapan ikan nasional. Terutama di bidang pengadaan kapal yang lebih besar
dan teknologi yang lebih maju. Lemahnya nelayan di bidang permodalan menyebabkan
nelayan tidak bisa berkembang. Diharapkan ada bank yang mau membantu nelayan
dalam bidang permodalan. Tentunya dalam hal ini pemerintah bisa membantu dengan
mengeluarkan peraturan kepada bank untuk mau terjun ke sector nelayan.
4. Mencukupi kebutuhan dasar
nelayan di antaranya BBM.
5. Sarana dan prasarana : adanya tempat
pendaratan ikan, tempat pelelangan ikan, cold storage . Apabila kebutuhan
nelayan dapat dipenuhi dengan mudah secara otomatis kesejahteraan nelayan akan
meningkat, sehingga bisa mengadakan ekspansi usahanya.
6. Diadakan upaya penyadaran terhadap
nelayan kita agar tidak menggunakan alat-alat tangkap ikan yang bisa merusak
ekologi dan bisa merusak siklus kehidupan ikan, sehingga sumber penghidupan
nelayan bisa tetap terjaga.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Permasalahan terkait dengan IUU baik itu illegal fishing,
ataupun yang sejenisnya merupakan masalah kita bersama. Masalah tersebut bisa
saja teratasi manakala kita bangsa Indonesia khususnya pemerintah melakukan
perbaikan diberbagai bidang kelautan. Misalnya dalam keamanan kelautan,
pengadaan kapal-kapal patroli yang modern ataupun tindakan hukum yang tegas dan
jelas. Supaya kapal-kapal asing yang melakukan illegal fishing tersebut jera.
Akan tetapi hal-hal tersebut tidak akan bisa tercapai jika tidak ada kerjasama
antara kita selaku masyarakat khususnya masyarakat pesisir pantai (nelayan).
intinya
4.2 Saran
Melihat dari letak geografis Negara Indonesia yang di
hubungkan oleh laut demi laut. Maka keamanan dalam memantau daerah perbatasan
baik itu ZEE maupun BPN merupakan faktor terpenting dalam menangkal aksi
illegal fishing yang banyak dilakukan oleh nelayan asing. Selain itu pengadaan
armada patroli baik berupa kapal patroli atupun satelit pengintai laut juga
tidak kalah penting dan seharusnya Indonesia sudah mempunyai keamanan ataupun
pertahanan laut yang mumpuni, jika melihat letak Negara yang sangat strategis.
DAFTAR
PUSTAKA
Maimuna
Renhoran, SH. Dosen
Politeknik
Perikanan Negri Tual. Mahasiswa
Pascasarjana Hukum Transnasional Universitas Indonesia.
Anonimous. 2009. Illegal Fishing.
Diakses
15 April 2013
Anonimous. 2011. Ilegal Fishing di Indonesia.
Diakses
7 Maret 2013
Anonimous. 2012. Makalah Ilegal Fishing.
Diakses
17 Maret 2013
Anonimous. 2012. Rencana Aksi
Internasional untuk Mencegah, Deter, dan Hilangkan Ilegal, Unreported and
Unregulated Fishing. http://www.fao.org/fishery/ipoa-iuu/en . Diakses 15 April 2013
Anonimous.
2009. Tentang Illegal Fishing.
Diakses 15 April
2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar